Dengan tangan memegang erat bungkusan berisi mercon, Rehan berjalan mengendap-endap keluar rumah pada malam itu. Bocah laki-laki umur 9 tahun itu memang suka bermain mercon di lapangan sebelah rumah bersama temannya, Adi.
Tak jarang warga yang melihatnya langsung melapor ke mamanya Rehan karena suaranya mengganggu ketenangan warga. Sudah beberapa kali Mama mengingatkan, tetapi tidak diacuhkan oleh Rehan. Di sekolah, Rehan selalu juara kelas. Namun di rumah, sikapnya sama sekali berbeda. Mama hampir menyerah karena Rehan tidak mau patuh. Rehan sudah kehilangan ayahnya sejak berumur 3 tahun. Ayahnya ditabrak mobil dan kemudian koma di rumah sakit selama beberapa hari. Pada akhirnya, dokter mengumumkan bahwa ayah Rehan meninggal karena gagal jantung. Dan Rehan, yang pada saat itu masih kecil, sangat terpukul dengan kematian ayahnya. Dia lalu membantu ibunya melakukan berbagai hal untuk menafkahinya.
Tetapi sekarang Rehan malah suka bermain mercon, entah karena alasan apa. Sebenarnya, Rehan melakukan semua itu untuk menghibur dirinya yang sedih setelah ayahnya meninggal. Rehan tahu kalau mamanya sekarang banting tulang mencari nafkah untuk mereka. Tapi tetap saja Rehan masih suka bermain mercon.
“Coba dengarkan Mama sekali saja, Rehan,” nasehat Mama suatu siang. “Kamu tahu, kan, sebelum kamu masuk ke sekolah dasar, ada seorang anak seusiamu bermain mercon sendirian. Dia sudah dilarang orangtuanya bermain mercon, tetapi masih saja membantah. Akibatnya dia meninggal karena mercon itu meledak tepat di depan wajahnya. Apakah kamu tidak takut akan hal itu? Jadi, berhentilah bermain mercon sebelum hal buruk terjadi.”
“Aku tahu, Ma, tapi selama aku bermain mercon, tidak pernah terjadi apa-apa terhadapku dan Adi. Setiap orang, kan, boleh melakukan apa saja. Lagipula, yang bermain hanya aku dan Adi. Kenapa Mama ikut campur?” itulah jawaban Rehan seraya pergi meninggalkan dapur.
“Bukan begitu, Sayang...” Mama mencoba mengejar Rehan. Tetapi Rehan sudah pergi mendahuluinya, membuat mamanya menjadi sedih.
Keesokan malamnya, seperti biasa, Rehan bersiap-siap ke lapangan sebelah rumah untuk bermain bersama Adi. Dia juga membawa bungkusan mercon dan sekotak korek api. Rehan pun pamit pergi ke lapangan. Mama mencoba memperingatkan Rehan sekali lagi, tetapi tetap tidak didengarkan.
Sesampai di lapangan, Rehan segera memasang sumbu merconnya. Ketika Adi datang, Rehan pun berkata, “Hei, Adi, ayo kita nyalakan api,”
“Ayo,” jawab Adi. Bersama-sama mereka pun menyulut api ke sumbu mercon. Setelah api tersulut, mereka tertawa-tawa gembira sambil berjalan menjauh, menunggu mercon tersebut meluncur ke langit.
Bukannya terjadi hal yang menggembirakan, malah sebaliknya. Mercon itu meledak. Rehan dan Adi kaget. Mereka melihat api yang besar. Takut terjadi kebakaran, secepat kilat mereka mengambil ember, lalu mengisinya dengan air dari keran kecil dekat pepohonan. Setelah itu, mereka mencoba memadamkan api.
Karena terlalu dekat dengan api, kaki kiri Rehan terluka. Adi yang khawatir langsung meminta Rehan berjalan cepat. Namun karena terluka, Rehan tidak bisa berjalan maupun berlari.
“Tolong, tolong!” teriak Adi sambil membantu Rehan yang terluka. Api semakin membesar. Rehan dan Adi terseok-seok mencoba kabur dari lokasi.
Untungnya, beberapa warga segera datang. Mereka kaget dengan apa yang mereka lihat. Tiga orang menerjang maju lalu menggotong Rehan dan Adi yang ketakutan. Warga yang lain mencoba memadamkan api. Akhirnya api berhasil dipadamkan.
Mama Rehan dan keluarga Adi pun datang. Mereka terkejut dengan apa yang terjadi. Rehan segera diberi obat P3K, kemudian cepat-cepat dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dokter dengan cekatan mengobati luka Rehan.
Warga pun lega karena Rehan berhasil diobati. Mereka segera menggendong Rehan pulang ke rumahnya. Setelah itu, mereka kembali ke rumah masing-masing.
“Nah, kamu sudah tahu, kan, akibatnya main mercon?” tanya Mama saat tiba di rumah. Rehan kemudian berbaring di ranjang.
“Iya, Ma, aku sudah kapok sekarang. Aku berjanji tidak akan main mercon lagi,” sesal Rehan.
“Iya. Akhirnya kamu sadar kalau bermain mercon itu membahayakan. Untung kejadian tadi tidak sampai membuatmu meninggal seperti anak yang dulu itu. Ini semua berkat Tuhan yang menjagamu. Jangan pernah bermain mercon lagi, ya, Rehan,” nasihat Mama sekali lagi.
“Iya, Ma, terima kasih. Kalau lukaku ini sudah sembuh, aku akan memberitahu Adi untuk tidak bermain mercon lagi,” kata Rehan berjanji.
Sejak saat itu, Rehan tidak pernah lagi bermain mercon. Sifat dan kelakuannya juga sudah berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mama juga senang Rehan berubah menjadi anak yang baik, suka membantu, rajin belajar, dan juga penyayang.
Teman-teman, jangan suka bermain mercon seperti Rehan, ya!