Nurul adalah seorang anak perempuan
yang berumur 8 tahun. Dia merupakan anak yang berkebutuhan khusus. Dari kecil
dia sudah menjadi bisu. Walaupun begitu, dia bisa mendengar dan melihat dengan
baik.
Nurul bukan orang kaya yang punya segala-galanya.
Dan dia juga bukan orang sederhana yang segala kebutuhannya tercukupi tetapi
keinginannya tidak terpenuhi. Nurul adalah seorang anak miskin yang nyaris
tidak punya apa-apa. Setiap hari dia ke sekolah dengan membawa tas yang terbuat
dari semacam kain batik. Dia juga tidak pernah memakai sepatu. Sebagai anak
yang kurang mampu, Nurul sudah mendapat bantuan dari sekolah, tetapi itu pun
belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Suatu hari, Nurul berangkat ke
sekolah. Dia memakai jaket dan rok panjang buatan mamanya ke sekolah karena
orangtua Nurul tidak sanggup membelikannya seragam. Nurul juga tidak naik
sepeda atau diantar orangtuanya seperti anak kebanyakan. Nurul hanya memilih
jalan kaki saja, karena jarak rumah dengan sekolahnya hanya memakan waktu 10 menit.
Papa dan Mama segera melambaikan
tangan kepada Nurul. Tak lama kemudian, mereka pergi untuk kerja.
Nurul berjalan kaki dari rumah
menuju sekolah. Sambil berjalan, dia membayangkan bahwa dirinya menjadi kaya
dan memiliki segala-galanya. Nurul sering membayangkan hal itu. Tiba-tiba,
terdengar bunyi lonceng sepeda dari arah belakang. Sebuah roda sepeda nyaris
menabrak kakinya. Nurul segera menyingkir agar tidak tertabrak.
“Hai, Nurul. Wah, rupanya ke
sekolah masih pakai sandal, ya! Kamu miskin sekali. Lihat, dari hari ke hari
jaket itu masih kamu pakai? Tidak beruntung sekali kamu ini!” ternyata itu
adalah Rina, musuh Nurul.
Nurul diam saja mendengar ucapan Rina
yang setiap hari selalu mengejeknya.
“Kalau kamu miskin begitu, kenapa
kamu masih tetap sekolah di sana? Kamu tidak punya sepeda, tas juga bentukannya
seperti ini, seragam pun tidak punya. Sekolah malu, tahu, punya murid sepertimu!”
kata Rina dengan tegas.
Nurul memejamkan mata sambil
berusaha tidak mendengar kata-kata Rina.
“Kalau begitu, ayo kita pergi,
teman-teman,” ajak Rina setelah kata-katanya tidak ditanggapi oleh Nurul.
Sesampai di sekolah, Nurul langsung
membuka buku dan belajar. Anak-anak yang lain sedang bermain. Nurul tahu dalam
keadaan seperti ini, lebih baik dia diam dan belajar, tak peduli akan diejek
seperti apa.
Ketika pelajaran dimulai, Bu Henny,
sang guru kelas 2, memberikan pertanyaan yang lebih banyak kepada
murid-muridnya. Anehnya, semua pertanyaan terasa gampang di otak Nurul. Dia
selalu mengacungkan tangan untuk menjawab. Tetapi, jawabannya dia ungkapkan
dengan menulis di papan tulis.
Istirahat telah tiba. Semua murid
pergi ke kantin dengan sukacita. Nurul membuka bekalnya. Dia pun makan
sendirian. Tiba-tiba, datang seseorang menepuk bahunya. Saat Nurul menoleh,
ternyata itu adalah Lily, teman sekelasnya. Dia duduk di samping Nurul sambil
membawa kotak bekalnya.
“Kenapa kamu duduk sendirian,
Nurul?” tanya Lily dengan suara lembut.
Nurul hanya menjawab dengan isyarat
di tangannya. Lily segera mengerti isyarat itu.
“Aku tahu apa yang kamu maksud
karena adikku juga bisu sepertimu. Dia diajar oleh gurunya bahasa isyarat. Aku
mengerti, karena ibuku juga mengajarinya kepadaku supaya aku mengerti apa yang
diinginkan adikku,” kata Lily.
Nurul tersenyum. Lily pun membuka
bekalnya, yaitu nasi goreng, sosis bakar, dan telur. Dia membagi sosisnya
dengan Nurul.
“Kamu tidak usah mendengarkan
kata-kata si Rina itu. Dia memang sudah begitu dari dulu. Saat di Taman
Kanak-kanak, Rina satu sekolah denganku. Sifatnya sombong sekali. Makanya,
tidak usah didengarkan. Dia itu cuma mau menjatuhkan kamu,” ujar Lily agak
berbisik.
Nurul mengangguk. Dia senang karena
kini ada yang peduli dengannya. Mereka makan bersama dengan gembira. Setelah
bel istirahat berbunyi, mereka pun masuk ke kelas.
Pelajaran pun dilanjutkan. Tetapi
pelajaran kali ini agak membosankan bagi Nurul, karena materi pelajarannya
sudah dia ketahui dari dulu. Maka dia hanya duduk santai dan membayangkan
hal-hal yang berada di luar pelajaran.
Saat pulang, Lily bermain dengan
Nurul. Tetapi itu tidak lama, karena Lily telah dijemput oleh kakaknya. Nurul
pulang sendirian. Di depannya ada Rina yang naik sepeda bersama Emma dan Viona,
temannya.
Tiba-tiba Rina terpeleset. Dia
jatuh dari sepeda dan tercebur ke sungai. Kedua temannya panik, lalu pergi mencari
pertolongan. Untungnya, Nurul dengan gesit segera turun ke sungai dan
menolongnya. Baju Rina basah kuyup. Nurul pun mengeluarkan handuk dari tasnya
dan mengelap baju Rina.
“Nurul, terima kasih. Kalau saja
tidak ada kamu, mungkin aku sudah tenggelam di sungai,” ujar Rina sambil
menggigil kedinginan.
Nurul hanya menunduk hormat. Dia
pun melanjutkan perjalanan. Walaupun dia diejek, tetapi Nurul tetap
membantunya.